Rod Stroke Ratio adalah Rasio Panjang Setang Piston (B) dan Panjang Stroke (A).
Dengan cara B dibagi A.
Masih menurut banyak artikel, lazimnya rasio pabrikan antara 1.4 di
angka terkecil sampai 2.0 di angka rasio terbesar. Memang ada beberapa
yang lebih dari 2.0 tapi sangat jarang ditemui. Rasio panjang dan pendek
masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Tinggal bagaimana
tujuan yang akan dicapai. , bahwa kompromi itu lazim dalam mendesain
atau membangun mesin. Masih menurut artikel yang banyak itu, Rod Stroke
Ratio atau yang mereka sebut dengan “n” values, punya angka ideal di
tengah-tengah antara pendek dan panjang yaitu 1.75 sampai 1.80.
Lebih lanjut dalam artikel Stroker tersebut, tujuan mereka ikut
mengganti setang piston lebih panjang bersamaan dengan langkah mereka
menggeser (mengganti kruk as) stroke yang lebih panjang, adalah supaya
mempertahankan Rod Stroke Ratio seperti semula. Salah satu alasannya
adalah keausan di dinding liner. Lalu ada istilah sudut setang piston atau Rod Angularity.
Rod Angularity atau pada gambar diatas adalah sudut P.
Semakin besar sudut tersebut (semakin kecil rod stroke ratio), maka
tekanan yang diterima dinding liner silinder pun akan semakin besar..
Berikut gambar lebih detail, jika stoke sama, tetapi dengan panjang setang piston berbeda maka sudut P tersebut juga berbeda.
Semakin besar sudut P.. (misal pada gambar dibawah) maka tekanan kesamping/gesekan/friksi/power loss yg diterima dinding silinder saat kruk as berputar pun semakin besar..
Maka masih menurut artikel tersebut, semakin besar sudut selain masalah
keausan, dipercaya juga adanya power loss yang lebih besar akibat friksi
dengan dinding silinder juga semakin besar. Masih menurut artikel lagi,
umunya race built purpose engine mengaplikasi rasio yang besar bahkan
bisa sampai 2.2 atau lebih. Akan tetapi hal ini sulit dilakukan pada
mesin produksi massal karena panjang total dan besar mesin akan terlalu besar dalam hal cost dan space di engine bay.
Oh, iya… Para pelaku penaik stroke dalam artikel itu tidak perlu
menggeser atau mengganjal blok silinder supaya lebih panjang (keluar)
seperti yang biasa dilakukan di skutik di Indonesia.. Atau bahasa orang pinter, offset nya.. supaya pas TMA ma TMB nya sehubungan dengan panjang pendek blok silinder..
Karena menurut mereka (stroker).. Desain piston juga dipengaruhi Rod Stroke Ratio, khususnya panjang dinding piston dan posisi pin piston.. (jadi desain piston ada maksudnya)
Supaya rok piston gak mentok seperti ini..
Maka mereka menggunakan desain piston yang beda terutama pada peletakan pin piston (small end)..
Semakin besar Rod Stroke Ratio maka piston bisa semakin pendek panjang
total nya dan posisi pin dapat lebih mendekati ring ketiga atau ring
oli, atau semakin keatas.
Sejauh ini tampaknya memang lebih prefer ke Rod Stroke Ratio yang lebih besar, akan tetapi semuanya sangat relatif.
, Rod Stroke Ratio juga mempengaruhi kemampuan hisap mesin selain bore
dan stroke tentunya.. Rod Stroke Ratio sangat berpengaruh pada piston
position relatively from and to TDC. Piston position kan bukan cuma TMA dan TMB.
Misal suatu mesin memiliki stroke 50mm..
Satu stroke sama dengan putaran kruk as setengah lingkaran atau 180 derajat.
Misal saat putaran kruk as 90 derajat, atau setengah stroke (full stroke
180 derajat), sangat kecil kemungkinan posisi piston berada tepat
ditengah stroke atau 50mm/2 = 25mm dari TMA ataupun TMB.
Rod Stroke Rasio sangat menentukan posisi piston ini.. Rasio yang
berbeda, akan membuat piston position yang berbeda pula terhadap TMA dan
TMB masing-masing..
Misalnya, rasio 1.7, saat kruk as 90 derajat, posisi piston 23mm dari TMA.
Sedangkan rasio 1.4, saat kruk as 90 derajat yang sama, posisi piston di 26mm dari TMA.
Dengan contoh diatas, maka kemampuan hisap mesin pun berbeda.. karena
dipercaya satu desain lebih cepat bergerak dari dan menuju TMA daripada
desain yang lain. Dan hal ini dipercaya Rod Stroke Ratio sangat
menentukan.
berdasarkan posisi piston tersebut dan kecepatan piston saat mendekati TMA atau TMB, dapat ditentukan besarnya payung klep,
desain port, panjang pendek port, besar kecil port, dan terpenting lagi
durasi camshaft yg optimal khususnya patokan kapan sebaiknya puncak
lobe ditempatkan.. lebih dini, atau lebih lambat.. Puncak lobe disebut
Lobe Centerline, yaitu saat klep akan membuka maksimal lift nya.
Konon juga dari Rod Stroke Ratio dapat di prediksi mana yang lebih diutamakan dari desain port, klep, dan cam, yaitu lebih mengutamakan velocity atau cfm.
Tentu saja berdasarkan kecepatan piston turun dan posisi piston..
Klo saya menilai dari artikel tsb, misal lift maksimal terjadi terlalu
dini pada mesin ber rod stroke ratio besar, saat piston bergerak lambat
menjauhi TMA, tapi dikasih lift maksimal, dan desain port gede.. maka
semuanya jadi mubazir dan gak optimal.. seharusnya lift maksimal
diberikan saat piston mulai cepat bergerak menuju TMB.. Karena kecepatan
piston gak sama dari dan ke TMA juga TMB. Sedangkan Rod Stroke Ratio
Kecil, pergerakan piston menjauhh TMA saat langkah hisap dipercaya lbh
cepat.. dan akan memperlambat saat mendekati TMB dan manjauhi TMB..
Tentu saja jika dibandingkan Rod Stroke Ratio yang bebeda.
Menurut saya teori ini sangat menarik dan make sense
bagi saya, dan tidak semata untuk yang mau ngeser stroke tapi juga
supaya kita bisa lebih memahami mesin standar kita sendiri.. Rod Stroke
ratio, berapa sudut mesin kita? Trus klo teori ini digabungkan ma teori
sudut mesin, misal V 90 derajat.. maka akan semakin menarik lagi..
mungkin saja kan sudut kemiringan mesin bukan asal miring? ato karena
alasan sirkulasi oli atau gaya gravitasi yg membantu sekaligus membebani
kerja mesin.. tapi mungkin saja sudut kemiringan silinder juga untuk
mengakali friksi rod stroke ratio..