Selain Pertamax (P) sebagai bahan bakar
non subsidi, Pertamina juga menjual Pertamax Plus (PP) yang kastanya
tertinggi. Toh, sedikit yang tau bedanya. Kecuali bahwa nilai oktan PP
lebih tinggi dari P. Yaitu, 95 untuk PP dan 92 untuk P. Warna P biru dan
PP merah. Dan, harga PP lebih mahal.
Namun, sebenarnya gak cuma oktan, warna dan harga pembeda kedua BBM non
subsidi ini. Karena, pada dasarnya, keduanya mempunyai kandungan aditif
berbeda. Aditif ini untuk meningkatkan mutu bahan bakar tersebut. Dengan
angka oktan yang lebih tinggi Pertamax Plus memiliki tingkat pembakaran
yang idealnya lebih sempurna untuk menambah tenaga mesin.
Memang energi yang dikeluarkan PP jadi lebih panas dibanding P. Ini
dikarenakan nilai oktannya yang lebih tinggi tadi. Kandungan PP 95
persen oktana dan 5 persen heptana, atau campuran molekul lainnya.
Sementara P dengan kandungan 92 persen oktana dan 8 persen heptana.
Tinggi nilai oktan membuat semakin tinggi pula titik didihnya. Dengan
semakin tinggi titik didih, pembakaran bisa lebih sempurna. Karena bahan
bakar bisa dimampat hingga tekanan paling tinggi sebelum diledakan api
dari busi. Sebagai hasil akhirnya, energi yang dihasilkan PP lebih
tinggi dari P.
Tapi, karena itu pula, panas yang dihasilkan dari pembakaran PP menjadi
lebih tinggi. Efisiensi panas yang dihasilkan dari pembakaran lebih
banyak. Sebagai hasil, idealnya tenaga yang tercipta dengan memakai PP
juga lebih besar dibanding P.
Nah, dengan oktan yang lebih tinggi pula, PP menuntut spek mesin dengan
rasio kompresi lebih tinggi dari P. Jika P untuk rasio kompresi di atas
10 : 1, kayak mesin Suzuki Satria FU-150 dan Jupiter MX, maka PP
mengharuskan kompresi lebih tinggi diatas 11 : 1 atau mesin dengan spek
untuk balapan. Kerena PP bisa dipakai untuk mesin yang menerapkan rasio
kompresi 12,5 : 1.
Meski begitu, PP tidak harus untuk motor
standar harian dengan rasio kompresi standar 12,5 : 1. Rasio standar
bawaan pabrik bisa menggunakan PP. Karena angka oktan 95 masih aman.
Kecuali sudah diatas 100.