Sebenarnya kopling sentrifugal alias otomatis yang paling cocok
diterapkan di bebek. Ini malah pabrikan latah mencopot sentrifugal dan
ganti manual. Akhirnya, konsumen bingung. Promo pabrik teriak, manual
perangkat modern.
Pabrikan cuma ikut road race yang mengharuskan kopling tangan. Padahal,
di sana berbeda dengan harian. Di balap pun demi keamanan menstabilkan
akselerasi meletupnya rpm. Tak heran, anak muda berlomba meniru pada
motor harian mereka.
Bengkel dan speed-shop pun gencar menawarkan perangkat kopling tangan.
Bisa terdiri bak mesin kanan, stud pendorong, kopling jedek dan
hendelnya. Dan lagi produk tersebut tersedia untuk semua bebek.
Virus ini kemudian dilirik pabrikan. Mereka ikut meluncurkan varian
bebek berkopling. Dipicu Yamaha F1-Z SE dan F1Z-R CW. Disusul bebek
Suzuki Satria dengan embel-embel tunggangan anak muda. Silsilah bebek
sesungguhnya pun dilupakan.
Yang paling gres si Mandra, teriak-teriak soal Supra Supra XX dan V
berkopling tangan. Katanya, lebih canggih dan tentu dengan mengerek
harga lebih tinggi. Padahal, itu sama saja pengurangan teknologi. Soal
harga lihat boks.
Sebenarnya ini kerugian. Terutama pemakaian di jalan macet. Ini lebih
akurat pakai sentrifugal. Anda tidak direpotkan tarik ulur hendel
kopling. Saat menunggu lampu merah, tangan bebas istirahat garuk-garuk
kepala dan kuping.
Juga kampas kopling lebih hemat karena pada rpm 1.300 yang bekerja hanya
kopling sentrifugal. Apalagi kebiasaan bikers Indonesia yang suka main
setengah kopling. Bagi yang jam terbangnya tinggi, kopling otomatis tak
gampang capek. Kopling sentrifugal bebek dirancang super mudah dipakai
siapa saja. Dengan dicopot pakai kopling manual, kaum hawa kerepotan.
Toh pabrikan menyediakan tipe semi manual. Di kalangan anak muda, jenis
ini disebut kopling banci. Misalnya, Yamaha F1Z. Meski ada kopling
tangan, sentrifugal nya masih terpasang.
Sesuaikan kebutuhan dan motor. Kalau pengin responsif, silakan beli yang berkopling, bila ingin nyaman pilih yang biasa saja.